DESA JEBENG PLAMPITAN
“ WORA WARI “
RINTISAN DESA WISATA KECAMATAN
SUKOHARJO
KABUPATEN WONOSOBO
Kecamatan Sukoharjo, memiliki Nilai Historis yang tersendiri, karena
diwaktu penjajahan Belanda kala itu Sukoharjo merupakan Wilayah
Kemantren yang kepemimpinannya di Desa Selamaya Kecamatan Sukoharjo Kabupaten
Wonosobo, saksi hidup baik yang berupa tanah yang didirikan sebagi kantor
kemantren juga masih ada, Bunga yang ditanam di sekitar Kantor kemantrean
sebagai simbul Kemantren Sukoharjo yang tidak tumbuh dilain wilayah, yang
bernama Bunga...........
Tetapi
penulis, kali ini tidak akan mengupas tentang Sejarah Kemantren Sukoharjo.
Kecamatan
Sukoharjo berdiri pada tanggal 24 Juli 2001 diresmikan oleh Bupati Wonosobo Bapak Drs.Trimawan Nugrohadi, M,Si. terdiri dari 17 (tujuh belas) desa, yaitu
1.
Desa
Mergosari
2.
Desa
Kupangan
3.
Desa
Kajeksan
4.
Desa
Pulus
5.
Desa
Pucung Wetan
6.
Desa
Tlogo
7.
Desa Gunung Tugel
8.
Desa
Sukoharjo
9.
Desa
Rogojati
10.
Desa
Karanganyar
11.
Desa
Sempol
12.
Desa
Plodongan
13.
Desa
Gumiwang
14.
Desa
Suroyudan
15.
Desa
Jebeng Plampitan
16.
Desa
Garung Lor
17.
Desa Kali
Bening
Dari
17 (tujuh belas) desa terdapat 1 (satu) desa yang mempunyai nilai sejarah dan asal usul menarik karena didukung
dengan letak Geografisnya yang terdiri dari perbukitan, memiliki situs-situs
yang unik dan letak yang sangat setrategis. Tetapi juga Desa yang lain tentunya
memiliki nilai sejarah dan Asal Usul yang unik juga.
Kerena
berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara dan membentang Sungai Tulis yang
sekaligus memisahkan antara Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara.
Desa
Jebeng Plampitan terletak disebelah Barat Laut Ibu kota Kecamatan Sukoharjo
kurang lebih 8 (delapan) kilo meter. Ketinggian + 700 DPL. Masyarakatnya yang beragam dan
memiliki dasar Agama yang sangat kuat yaitu agama Islam. Bahkan di Desa Jebeng
Plampitan berdiri sebuah Pondok Pesantren yang diberi Nama“MADINNA TUSSALAM” yang
dipimpin oleh seorang Kyai bernama Bp.K.H.Darto Wahap.
Juga
Jebeng Plampitan memiliki sebuah Pasar Tradisional, yang beroperasi setiap hari
Pahing dan Wage.
Juga dilihat dari Sektor Pendidikan:
Desa
Jebeng Plampitan berketempatan Sekalah Lanjutan Tingkat Peratama (SLTP) yaitu
SMP Negeri 2 Sukoharjo, posisinya terletak di Perbatasan antara Desa Suroyudan
dan Desa Jebeng Plampitan. SMP Negeri 2 Sukoharjo memiliki jumlah murid cukup
banyak, mengingat bahwa SMP Negeri 2 Sukoharjo yang menampung Murid yang
berasal dari :
1.
Desa Plodongan
2.
Desa Gumiwang
3.
Desa Suroyudan
4.
Desa Jebeng Plampitan
5.
Desa Garung Lor dan
6.
Sebagian dari Desa Kali
Bening.
Sektor Pertanian :
Khususnya
Pertanian Hortikultura meliputi Buah Salak, Durian, Manggis dll
Tanaman
Salak Pondoh bahkan sudah bisa dikirim ke luar jawa (Sumatra,Kalimantan).
Rata-rata
penghasilan Primadona Masyarakat Jebeng Plampitan adalah dari Produksi buah
salak Pondoh. Hal ini dibuktikan hampir disetiap rumah memliki kendaraan Roda
dua (Sepeda Motor) juga banyak yang sudah bisa membeli kendaraan roda empat
atau lebih. Memang sering di tingkat Kecamatan Sukoharjo mengadakan Lomba Buah
Salak Pondoh, selain memang buahnya sudah banyak juga, semata-mata untuk
memotifasi Petani Buah Salak Pondoh lebih menningkat dan kreatif. Artinya bahwa
yang sekarang ini buah salak pondoh hanya dapat dijadikan makanan konsumsi buah
segar, ternyata sudah meningkat diolah menjadi Kripik Salak Pondoh, minuman
segar salak pondoh, manisan salak pondoh dan lain lain olahan yang bahan
bakunya dari salak pondoh.
Pertanian
Padi dan Polowijo juga sangat mendukung sebagai penghasilan yang cukup tinggi.
Rata-rata
Tanaman Padi di Desa Jebeng Plampitan dapat mencapai 5-6 ton/Ha. Gabah kering
giling.
Disisi
lain Desa Jebeng Plampitan dahulu pernah hidup seorang tokoh masyarakat yang
sangat berpengaruh terhadap masyarakat yang antara lain adalah :
a.
Kyai Jebeng dimakamkan di
Dusun Pucung, Jebeng Plampitan
b.
Kyai Buntel dimakamkan di Dusun Pagembrosan, Jebeng
Plampitan (pinggiran S.Tulis)
Desa
Jebeng Plampitan juga memliki Silsilah Kepemimpinan yang bijaksana ( Kepala
desa ) yaitu :
1.
|
Karta Sentana
|
:
|
Thn.1920 s/d Thn 1942
|
2.
|
Karta Miharja ( Wora-Wari
)
|
:
|
Thn 1942 s/d Thn
1967
|
3.
|
Karta Wintana ( Pucung)
|
:
|
Thn 1967 s/d Thn 1987
|
4.
|
Warjo
( Kenanga )
|
:
|
Thn1987 s/d Thn 1994
|
5.
|
Sukijo
( Wora-Wari)
|
:
|
Thn 1994 s/d Thn 2002
|
6.
|
Madyo
( Wora-Wari)
|
:
|
Thn 2002 s/d Thn 2008
|
7.
|
Kiro
( Wora-Wari )
|
:
|
Thn 2008 s/d Thn 2014
|
Desa
Jebeng Plampitan terdiri dari 6 (enam) Dukuh
a.
Dukuh Kuta Wuluh
(Wora-Wari)
b.
Dukuh Pucung
c.
Dukuh Kuwarasan
d.
Dukuh Gundang Sari
e.
Dukuh Kenanga
f.
Dukuh Pagembrosan
‘Kyai Jebeng’ adalah salah satu
dari murid Sunan Kali Jogo bersama dengan Sunan Geseng (Cakra Jaya)
Jebeng
Plampitan artinya adalah “ Anak kecil yang pandai (lantip)” bahasa Jawa adalah “ WASKITA “.
Nama
Jebeng Plampitan tidak hanya ada di Kecamatan Sukoharjo saja tetapi juga
dijumpai nama yang sama yaitu:
1.
Di Kecamatan Watu Malang Kab.Wonosobo
2.
Di Semarang dekat Puri Anjasmara.
Sektor Wisata.
Juga
Desa Jebeng Plampitan merupakan Desa Rintisan Desa Wisata di Kecamatan
Sukoharjo Kabupaten Wonosobo, karena memang diakui didesa tersebut memiliki
tempat Wisata yang alami yaitu :
“ GUNUNG KARANG “ juga memiliki asal usul yang
tersendiri tentang terjadinya Gunung Karang tersebut.
Konon
sebelum ada Desa Jebeng Plampitan, bahwa tempat itu dahulunya adalah Telaga (
Danau kecil ) yang memiliki sebuah mata air yang cukup besar. Karena
diperkirakan oleh para tokoh masyarakat dahulu itu bisa dijadikan pemukiman
yang sangat setrategis maka dengan kekuatan Goib oleh seorang Gadis (Bhs jawa) Perawan
yang sedang Musoni (bahasa jawa) merajut Kasur, beliau meminta kepada sang
Pencipta Alam agar Mata Air yang masuk ke Telaga tersebut di Tutup (bahasa
jawa) di sumpeli.
Terkabulah permintaanya maka dengan secara
tiba-tiba sebuah Gunung yang berada tidak jauh dari Mata Air itu bagian atasnya
patah (bahasa jawa) “ TUGEL” dan secara tiba-tiba juga potongan
gunung tersebut terlempar dan jatuh persis di lubang Mata Air Telaga sehingga
sepontan mata air mati. Dan akhirnya tempat dimana Gunung tersebut yang terpatahkan
bagian atasnya di sebut dengan Gunung Tugel yang sekarang menjadi sebuah nama
Desa di Kecamatan Sukoharjo. Potongan Gunung tersebut akhirnya lama kelamaan
muncul kepermukaan dan terjadilan sebuah Gunung yaitu “GUNUNG KARANG”. Maka
setelah Telaga itu mengering mulailah Masyarakat membuat sebuah wilayah
pemukiman yang sekarang disebut Jebeng Plampitan. Disekitar Gunung Karang
terdapat Satwa langka yang disebut oleh masyarakat sekitar ialah Hewan “LANDAK”.
Selain
itu juga Jebeng Plampitan telah dimukan Situs-situs peninggalan Zaman Kuno yang
antara lain berupa sebuah Nampan (Bintang) terbuat dari tembaga, Cincin emas
yang bertuliskan bahasa Cina, sehingga di yakini bahwa dahulu di Wilayah Jebeng
Plampitan adalah merupakan sebuah Kadipaten atau Kademangan yang mendapat
pengaruh dari budaya Cina, maka Penulis menyimpulkan dimungkinkan sangat erat
bahwa Kadipaten Jebeng Plampitan dibawah kekuasaan Maja Pahit.
Pada
jaman Kerajaan Maja Pahit yang terkenal bahwa para tentaranya adalah sangat
sakti, seperti halnya Maha Patih Gajah Mada yang mempunyai semboyan “AMUKTI
PALAPA” Tidak berbeda dengan para Tokoh yang berada di Jebeng Plampitan
dikala itu seperti, Kyai Jebeng, Kyai Buntel kesemuanya adalah orang-orang yang
sangat sakti.
Hal
ini dibuktikan bahwa sampai dengan sekarang Makam Kyai Buntel yang terletak
dipingiran Sungai Tulis, setiap Sungai Sungai tersebut Pasang (bahasa jawa)
Banjir, Makam Kyai Buntel tidak pernah tersentuh oleh air pasang, padahal air
bah meluap sampai dengan lahan pertanian yang berada disekitar sungai Tulis.
Hal ini membuktikan bahwa Makam tersebut memilik kekuatan Sakti.
Sungai
Tulis yang medannya sangat menantang para penggemar arung jeram, medannya
terjal, Alam sekitarnya juga sangat ramah.
Demikian
Juga Makam Kyai Jebeng yang berada di Dusun Pucung juga tidak kalah Saktinya,
konon ceritanya barang siapa yang di ijinkan bersemedi didalam Makam Kyai
Jebeng akan di beri kekuatan yang sangat Sakti dan kecerdasan (hanya berlaku
bagi yang beruntung). Anda tertarik silakan dicoba!.
Nama
Dukuh Wora-Wari dahulu bernama Dukuh Kuta Wuluh. Hanya karena kebetulan
membentang Kali (sungai) yang diberi nama Kali Wora-Wari, karena Kali tersebut
bersumber dari Mata Air Gunung Wora-Wari yang terletak di desa Kali Bening
Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Wonosobo.
Sedikit berceritera tentang Kademangan Wora-Wari.
Bahwa
pernah Demang Wora-Wari itu punya cita-cita ingin mempersatukan antara sebelah
Utara Sungai Serayu dengan wilayah bagian Selatan Sungai Serayu yaitu Wilayah
Sigaluh Kabupaten Banjarnegara, yang sekarang adalah Kecamatan Sigaluh. Dengan
mendapat dukungan dan Simpatik dari banyak pengikut Demang Wora-Wari maka
berangkatlah Tentera Kademangan Wora-Wari melangkah menuju ke Kademangan
Sigaluh. Namun sebelum berangkat, beliau Ki Demang Wora-Wari membuat sebuah
pertanda (bahasa jawa) Tengara kepada
masyarakatnya atau bahasa jawanya Para Sentana dalem kademangan, apabila
didalam peparangan dengan Tentera Kademangan Sigaluh nanti kalah maka Bunga
Kenanga yang tumbuh di wilayah kademangan Wora-Wari akan Layu, dan untuk secepatnya
menabuh Musik (bahsa jawa) Gending “UNDUR-UNDUR
KAJONGAN”. Kalau menang dalam peperangan maka akan dibunyikan Musik/Gending
“BAMBANG SINANGA”. Tetapi karena terbawa Emosional yang
sudah memuncak untuk siap bertempur, maka Informasi tersebut terjadi
Miskomunikasi, padahal pada saat penyerangan Wadya Kademangan Wora-Wari
mendapat Kemenangan, tetapi salah tafsir para Sentana dalem yang berada di tempat
segera membunyikan gending ‘UNDUR-UNDUR KAJONGAN’.Maka tempat
yang untuk tumbuh Bunga Kenanga sekarang diingat sebagai nama Dukuh yaitu Dukuh
Kenanga, yang seharusnya menabuh gending ‘BAMBANG SINANGA’ karena menang
dalam berperang harus menggunakan Gending Bambang Sinanga malah terbalik yang
dibunyikan Gending “Undur-Undur Kajongan”. Maka sepontan para Sentana Dalem
Kademangan Jebeng Plampitan berpendapat bahwa dalam pertempurannya kalah,
sepontanitas tidak ambil pikir panjang semua para Putri-putri Kademangan pada
lari menuju ke Sungai Serayu untuk bunuh diri dengan cara menceburkan dirinya
ke dalam Sungai. Akan tetapi perlu di ingat bahwa walupun meraka seorang
Wanita/Putri tetapi Putri Tedake Sang
Morotopo atau Tedake Sang Handono Warih
artinya dari keturunan orang yang senang bertapa, tidak mokal bahwa
semuanya memliki kesaktian juga. Seketika Batu yang digunakan untuk landasan
terjun ke Sungai Serayu membekas sampai dengan waktu sekarang. Maka oleh
Masyarakat sekitar disebut dengan (bahasa Jawa) “WATU GANGSA”. Yang terletak di wilayah Desa Sempol kecamatan
Sukoharjo Kabupaten Wonosobo.
Sebutan itu juga diabadikan sebagai
nama Blok Sawah di wilayah desa Sempol bernama Blok Sawah Watu Gangsa.
Sejak itulah Demang Wora-Wari berubah
Nama menjadi Demang Sida Kala.
Oleh Demang Sida Kala Jebeng Plampitan
juga disebut dengan nama “BUMI GEDONG”.