Sabtu, 30 November 2013

WORA WARI HISTORY


DESA JEBENG PLAMPITAN
“ WORA WARI “
RINTISAN DESA WISATA KECAMATAN SUKOHARJO
KABUPATEN WONOSOBO


                
Kecamatan Sukoharjo, memiliki Nilai Historis yang tersendiri, karena diwaktu penjajahan Belanda kala itu Sukoharjo merupakan Wilayah Kemantren yang kepemimpinannya di Desa Selamaya Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Wonosobo, saksi hidup baik yang berupa tanah yang didirikan sebagi kantor kemantren juga masih ada, Bunga yang ditanam di sekitar Kantor kemantrean sebagai simbul Kemantren Sukoharjo yang tidak tumbuh dilain wilayah, yang bernama Bunga...........
Tetapi penulis, kali ini tidak akan mengupas tentang Sejarah Kemantren Sukoharjo.
Kecamatan Sukoharjo berdiri pada tanggal 24 Juli 2001 diresmikan oleh Bupati Wonosobo Bapak Drs.Trimawan Nugrohadi, M,Si. terdiri dari 17 (tujuh belas) desa, yaitu
1.  Desa Mergosari
2.  Desa Kupangan
3.  Desa Kajeksan
4.  Desa Pulus
5.  Desa Pucung Wetan
6.  Desa Tlogo
7.  Desa  Gunung Tugel
8.  Desa Sukoharjo
9.  Desa Rogojati
10.              Desa Karanganyar
11.              Desa Sempol
12.              Desa Plodongan
13.              Desa Gumiwang
14.              Desa Suroyudan
15.              Desa Jebeng Plampitan
16.              Desa Garung Lor
17.              Desa Kali Bening

Dari 17 (tujuh belas)  desa terdapat 1 (satu) desa yang mempunyai nilai sejarah dan asal usul menarik karena didukung dengan letak Geografisnya yang terdiri dari perbukitan, memiliki situs-situs yang unik dan letak yang sangat setrategis. Tetapi juga Desa yang lain tentunya memiliki nilai sejarah dan Asal Usul yang unik juga.
Kerena berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara dan membentang Sungai Tulis yang sekaligus memisahkan antara Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara.

Desa Jebeng Plampitan terletak disebelah Barat Laut Ibu kota Kecamatan Sukoharjo kurang lebih 8 (delapan) kilo meter. Ketinggian +  700 DPL. Masyarakatnya yang beragam dan memiliki dasar Agama yang sangat kuat yaitu agama Islam. Bahkan di Desa Jebeng Plampitan berdiri sebuah Pondok Pesantren yang diberi Nama“MADINNA TUSSALAM” yang dipimpin oleh seorang Kyai bernama Bp.K.H.Darto Wahap.
Juga Jebeng Plampitan memiliki sebuah Pasar Tradisional, yang beroperasi setiap hari Pahing dan Wage.

Juga dilihat dari Sektor Pendidikan:
Desa Jebeng Plampitan berketempatan Sekalah Lanjutan Tingkat Peratama (SLTP) yaitu SMP Negeri 2 Sukoharjo, posisinya terletak di Perbatasan antara Desa Suroyudan dan Desa Jebeng Plampitan. SMP Negeri 2 Sukoharjo memiliki jumlah murid cukup banyak, mengingat bahwa SMP Negeri 2 Sukoharjo yang menampung Murid yang berasal dari :
1.  Desa Plodongan
2.  Desa Gumiwang
3.  Desa Suroyudan
4.  Desa Jebeng Plampitan
5.  Desa Garung Lor dan
6.  Sebagian dari Desa Kali Bening.

Sektor Pertanian :
Khususnya Pertanian Hortikultura meliputi Buah Salak, Durian, Manggis dll
Tanaman Salak Pondoh bahkan sudah bisa dikirim ke luar jawa (Sumatra,Kalimantan).
Rata-rata penghasilan Primadona Masyarakat Jebeng Plampitan adalah dari Produksi buah salak Pondoh. Hal ini dibuktikan hampir disetiap rumah memliki kendaraan Roda dua (Sepeda Motor) juga banyak yang sudah bisa membeli kendaraan roda empat atau lebih. Memang sering di tingkat Kecamatan Sukoharjo mengadakan Lomba Buah Salak Pondoh, selain memang buahnya sudah banyak juga, semata-mata untuk memotifasi Petani Buah Salak Pondoh lebih menningkat dan kreatif. Artinya bahwa yang sekarang ini buah salak pondoh hanya dapat dijadikan makanan konsumsi buah segar, ternyata sudah meningkat diolah menjadi Kripik Salak Pondoh, minuman segar salak pondoh, manisan salak pondoh dan lain lain olahan yang bahan bakunya dari salak pondoh.
Pertanian Padi dan Polowijo juga sangat mendukung sebagai penghasilan yang cukup tinggi.
Rata-rata Tanaman Padi di Desa Jebeng Plampitan dapat mencapai 5-6 ton/Ha. Gabah kering giling.



Disisi lain Desa Jebeng Plampitan dahulu pernah hidup seorang tokoh masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap masyarakat yang antara lain adalah :

a.   Kyai Jebeng dimakamkan di Dusun Pucung, Jebeng Plampitan
b.    Kyai Buntel  dimakamkan di Dusun Pagembrosan, Jebeng Plampitan (pinggiran S.Tulis)






Desa Jebeng Plampitan juga memliki Silsilah Kepemimpinan yang bijaksana ( Kepala desa ) yaitu :
1.
Karta Sentana
:
Thn.1920 s/d Thn 1942
2.
Karta Miharja  ( Wora-Wari )
:
Thn 1942   s/d Thn 1967
3.
Karta Wintana ( Pucung)
:
Thn 1967 s/d Thn 1987
4.
Warjo                ( Kenanga )
:
Thn1987 s/d Thn 1994
5.
Sukijo                 ( Wora-Wari)
:
Thn 1994 s/d Thn 2002
6.
Madyo               ( Wora-Wari)
:
Thn 2002 s/d Thn 2008
7.
Kiro                    ( Wora-Wari )
:
Thn 2008 s/d Thn 2014
Desa Jebeng Plampitan terdiri dari 6 (enam) Dukuh
a.   Dukuh Kuta Wuluh (Wora-Wari)
b.    Dukuh Pucung
c.    Dukuh Kuwarasan
d.   Dukuh Gundang Sari
e.    Dukuh Kenanga
f.    Dukuh Pagembrosan
‘Kyai Jebeng’ adalah salah satu dari murid Sunan Kali Jogo bersama dengan Sunan Geseng (Cakra Jaya)
Jebeng Plampitan artinya adalah “ Anak kecil yang pandai (lantip)” bahasa Jawa adalah “ WASKITA “.

Nama Jebeng Plampitan tidak hanya ada di Kecamatan Sukoharjo saja tetapi juga dijumpai nama yang sama  yaitu:
1. Di Kecamatan Watu Malang Kab.Wonosobo
2. Di Semarang dekat Puri Anjasmara.


Sektor Wisata.

Juga Desa Jebeng Plampitan merupakan Desa Rintisan Desa Wisata di Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Wonosobo, karena memang diakui didesa tersebut memiliki tempat Wisata yang alami yaitu :
 “ GUNUNG KARANG “ juga memiliki asal usul yang tersendiri tentang terjadinya Gunung Karang tersebut.
Konon sebelum ada Desa Jebeng Plampitan, bahwa tempat itu dahulunya adalah Telaga ( Danau kecil ) yang memiliki sebuah mata air yang cukup besar. Karena diperkirakan oleh para tokoh masyarakat dahulu itu bisa dijadikan pemukiman yang sangat setrategis maka dengan kekuatan Goib oleh seorang Gadis (Bhs jawa) Perawan yang sedang Musoni (bahasa jawa) merajut Kasur, beliau meminta kepada sang Pencipta Alam agar Mata Air yang masuk ke Telaga tersebut di Tutup (bahasa jawa) di sumpeli.
 Terkabulah permintaanya maka dengan secara tiba-tiba sebuah Gunung yang berada tidak jauh dari Mata Air itu bagian atasnya patah (bahasa jawa) “ TUGEL” dan secara tiba-tiba juga potongan gunung tersebut terlempar dan jatuh persis di lubang Mata Air Telaga sehingga sepontan mata air mati. Dan akhirnya tempat dimana Gunung tersebut yang terpatahkan bagian atasnya di sebut dengan Gunung Tugel yang sekarang menjadi sebuah nama Desa di Kecamatan Sukoharjo. Potongan Gunung tersebut akhirnya lama kelamaan muncul kepermukaan dan terjadilan sebuah Gunung yaitu “GUNUNG KARANG”. Maka setelah Telaga itu mengering mulailah Masyarakat membuat sebuah wilayah pemukiman yang sekarang disebut Jebeng Plampitan. Disekitar Gunung Karang terdapat Satwa langka yang disebut oleh masyarakat sekitar ialah Hewan “LANDAK”.

Selain itu juga Jebeng Plampitan telah dimukan Situs-situs peninggalan Zaman Kuno yang antara lain berupa sebuah Nampan (Bintang) terbuat dari tembaga, Cincin emas yang bertuliskan bahasa Cina, sehingga di yakini bahwa dahulu di Wilayah Jebeng Plampitan adalah merupakan sebuah Kadipaten atau Kademangan yang mendapat pengaruh dari budaya Cina, maka Penulis menyimpulkan dimungkinkan sangat erat bahwa Kadipaten Jebeng Plampitan dibawah kekuasaan Maja Pahit.
Pada jaman Kerajaan Maja Pahit yang terkenal bahwa para tentaranya adalah sangat sakti, seperti halnya Maha Patih Gajah Mada yang mempunyai semboyan “AMUKTI PALAPA” Tidak berbeda dengan para Tokoh yang berada di Jebeng Plampitan dikala itu seperti, Kyai Jebeng, Kyai Buntel kesemuanya adalah orang-orang yang sangat sakti.

Hal ini dibuktikan bahwa sampai dengan sekarang Makam Kyai Buntel yang terletak dipingiran Sungai Tulis, setiap Sungai Sungai tersebut Pasang (bahasa jawa) Banjir, Makam Kyai Buntel tidak pernah tersentuh oleh air pasang, padahal air bah meluap sampai dengan lahan pertanian yang berada disekitar sungai Tulis. Hal ini membuktikan bahwa Makam tersebut memilik kekuatan Sakti.
Sungai Tulis yang medannya sangat menantang para penggemar arung jeram, medannya terjal, Alam sekitarnya juga sangat ramah.

Demikian Juga Makam Kyai Jebeng yang berada di Dusun Pucung juga tidak kalah Saktinya, konon ceritanya barang siapa yang di ijinkan bersemedi didalam Makam Kyai Jebeng akan di beri kekuatan yang sangat Sakti dan kecerdasan (hanya berlaku bagi yang beruntung). Anda tertarik silakan dicoba!.

Nama Dukuh Wora-Wari dahulu bernama Dukuh Kuta Wuluh. Hanya karena kebetulan membentang Kali (sungai) yang diberi nama Kali Wora-Wari, karena Kali tersebut bersumber dari Mata Air Gunung Wora-Wari yang terletak di desa Kali Bening Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Wonosobo.


Sedikit berceritera tentang Kademangan Wora-Wari.
Bahwa pernah Demang Wora-Wari itu punya cita-cita ingin mempersatukan antara sebelah Utara Sungai Serayu dengan wilayah bagian Selatan Sungai Serayu yaitu Wilayah Sigaluh Kabupaten Banjarnegara, yang sekarang adalah Kecamatan Sigaluh. Dengan mendapat dukungan dan Simpatik dari banyak pengikut Demang Wora-Wari maka berangkatlah Tentera Kademangan Wora-Wari melangkah menuju ke Kademangan Sigaluh. Namun sebelum berangkat, beliau Ki Demang Wora-Wari membuat sebuah pertanda (bahasa jawa) Tengara kepada masyarakatnya atau bahasa jawanya Para Sentana dalem kademangan, apabila didalam peparangan dengan Tentera Kademangan Sigaluh nanti kalah maka Bunga Kenanga yang tumbuh di wilayah kademangan Wora-Wari akan Layu, dan untuk secepatnya menabuh Musik (bahsa jawa) Gending “UNDUR-UNDUR KAJONGAN”. Kalau menang dalam peperangan maka akan dibunyikan Musik/Gending “BAMBANG SINANGA”. Tetapi karena terbawa Emosional yang sudah memuncak untuk siap bertempur, maka Informasi tersebut terjadi Miskomunikasi, padahal pada saat penyerangan Wadya Kademangan Wora-Wari mendapat Kemenangan, tetapi salah tafsir para Sentana dalem yang berada di tempat segera membunyikan gending ‘UNDUR-UNDUR KAJONGAN’.Maka tempat yang untuk tumbuh Bunga Kenanga sekarang diingat sebagai nama Dukuh yaitu Dukuh Kenanga, yang seharusnya menabuh gending ‘BAMBANG SINANGA’ karena menang dalam berperang harus menggunakan Gending Bambang Sinanga malah terbalik yang dibunyikan Gending “Undur-Undur Kajongan”. Maka sepontan para Sentana Dalem Kademangan Jebeng Plampitan berpendapat bahwa dalam pertempurannya kalah, sepontanitas tidak ambil pikir panjang semua para Putri-putri Kademangan pada lari menuju ke Sungai Serayu untuk bunuh diri dengan cara menceburkan dirinya ke dalam Sungai. Akan tetapi perlu di ingat bahwa walupun meraka seorang Wanita/Putri tetapi Putri Tedake Sang Morotopo atau Tedake Sang Handono Warih artinya dari keturunan orang yang senang bertapa, tidak mokal bahwa semuanya memliki kesaktian juga. Seketika Batu yang digunakan untuk landasan terjun ke Sungai Serayu membekas sampai dengan waktu sekarang. Maka oleh Masyarakat sekitar disebut dengan (bahasa Jawa) “WATU GANGSA”. Yang terletak di wilayah Desa Sempol kecamatan Sukoharjo Kabupaten Wonosobo.
Sebutan itu juga diabadikan sebagai nama Blok Sawah di wilayah desa Sempol bernama Blok Sawah Watu Gangsa.
Sejak itulah Demang Wora-Wari berubah Nama menjadi Demang Sida Kala.
Oleh Demang Sida Kala Jebeng Plampitan juga disebut dengan nama “BUMI GEDONG”.





2 komentar: